Rabu, 24 Agustus 2016

MENTAL PECUNDANG vs MENTAL PEMENANG

MENTAL PECUNDANG

YOGYAKARTA- (25/8/2016) Saya ingin mengomentari stts FB saudara Kamaruddin Simanjuntak, SH, Advokat Jakarta, yg diunggah pd 19 Agustus 2016 pk 07.39, dg judul *Polisi Republik Indonesia Swasta*. Dia menceritakan ttg seorang pria yg membantu mengatur lalulintas di wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, tepatnya di pertigaan ganda, mendekati jembatan menanjak fly over Kemanggisan,  di Jalan Arjuna Utara.

Sbg konsultan dan wartawan, sy mengapresiasi tulisan tsb. Namun nampak sekali bahwa sdr Kamaruddin Simanjuntak, SH tdk fair dan tdk obyektif dlm mengulas sosok pria pengatur lalu lintas tsb, qt sering menyebutnya "Pak Ogah". Tulisannya tendensius dan memojokkan institusi Polri.

Sbg pembanding, sy jg memiliki pengalaman pribadi ttg sosok Pak Ogah spt yg diceritakan sdr Kamaruddin Simanjuntak. Sy tinggal di kawasan Depok. Utk smp ke kantor di bilangan Tebet, seringkali sy melewati sepanjang Jalan Juanda, Margonda, Lenteng Agung, Pasar Minggu, Kalibata, Pancoran hgg Tebet. Di sepanjang jalan tsb ada bbrapa gang dan celah trotoar di tengah jalan utk putar arah yg dijaga satu dua Pak Ogah.

Keberadaan para Pak Ogah ini memang membantu, tp kadang mereka terasa curang dan arogan dg lebih mengutamakan pengendara yg belok ato putar arah dr pd pengendara yg ambil jalan lurus, dipastikan krn tips yg diterima.

Dr sekian banyak Pak Ogah yg ada di kawasan Jabodetabek, brp yg tulus sungguh2 membantu, dan brp yg krn motif ekonomi? Bahkan di bbrp tempat, kumpulan Pak Ogah ini diorganisir oleh para mafia ato preman setempat yg menguasai titik2 tertentu, dan pembagian kerjanya model sift.

Aparat kepolisian bukannya tdk tau soal keberadaan mereka. Dg alasan keterbatasan personil polantas dan faktor penghidupan, maka keberadaan para Pak Ogah tsb sengaja dibiarkan. Bahkan di bbrp tempat dibina dan dikontrol, mereka biasa disebut Bantuan Polisi (Banpol). Nanti kalau dihilangkan sama sekali komentar masyarakat akn negatif thd polri, "Orang cari uang kug dilarang", "Mematikan sumber penghidupan masyarakat", dsb. Serba salah.

Mana yg lebih banyak? Pak Ogah yg tulus membantu pengguna jalan, ato Pak Ogah yg memanfaatkan kesempatan dlm kemacetan, spt yg sering terjadi dlm proyek perbaikan jalan dan jembatan? Satu Pak Ogah baik menutup ratusan Pak Ogah nakal yg kadang menggunakan hasil pendapatannya utk miras dan lainnya.

Sementara, mana yg lebih banyak? Polisi yg nakal dan curang dibanding polisi baik dan jujur yg bekerja sungguh2 melayani masyarakat. Brp kali Anda mengalami dan menemui polisi yg bertindak nakal? Satu polisi jahat menutup ribuan polisi baik yg bekerja dan ttp terjaga di saat masyarakat terlelap.

Kemudian soal, polisi yg istrahat di warung ato berteduh di bawah pohon. Brp menit Anda melihat mereka beristirahat dan brp menit Anda melihat mereka berpanas2an bercampur asap knalpot, mengatur lalulintas, sementara Anda nyaman adem di mobil ber-AC ?

Lalu berkaitan dg polantas yg spt ngumpet utk menjebak pelanggar lalu lintas. Brp kali Anda melihat yg spt ini? Cara tsb mungkin salah, tp seandainya Anda tertib dg surat2 kendaraan lengkap, memakai jalan dg benar apakah Anda akan ditilang? Yg takut dan merasa terjebak adl mereka yg melanggar. Orang salah masih membela diri dg menanyakan surat tugas, papan razia, form biru dsb.

Sdr Kamaruddin Simanjuntak pasti sering melancong ke luar negeri. Lihat di Malaysia, Eropa dan Amerika. Di negara2 tsb bukan lagi polantas yg sembunyi, tp CCTV yg tersembunyi yg mengawasi pengguna jalan. Setiap pelanggan akn dikenakan denda yg ditambahkan pd saat membayar pajak, ato tagihan surat tilang dianter ke rumah. Apakah masyarakat Indonesia sdh siap?

Ttg polisi yg terkesan obral surat tilang dan suka jalan damai 86 di jalan. Terus terang saja, siapa yg memulai? Bukankah kebanyakan org Indonesia suka melanggar peraturan lalulintas? Lihat saja jalur busway yg penuh spd motor dan mobil pribadi. Masyarakat qt sgt rendah kesadaran berlalu lintas nya. Ketika mereka kena tilang, reaksi pertama adl "ngeyel" dan membeli diri. Jk sdh mentok mereka menolak sidang dan menawarkan damai di tempat. Mental Pecundang...😫

Sdr Kamaruddin Simanjuntak mengkritik habis institusi kepolisian, tp lupa bercermin pd profesi nya. Mungkin benar, banyak oknum polisi yg bs disuap dan memainkan pasal. Tp siapa yg memulai? Bukankah kebanyakan pengacara yg memulai lobi ke para penyidik utk meringankan hukuman kliennya, kalo perlu membebaskan sama sekali.

Bahkan ketika kasus sdh smp di meja persidangan, ketika polisi sdh tdk bs berbuat apa2, para advokat masih giat melobi jaksa dan hakim utk memenangkan kliennya. Jujur saja, apa motif sesungguhnya para advokat. Memang masih ada advokat yg jujur dan baik, tp berapa? Bandingkan dg advokat yg memiliki prinsip "Maju Tak Gentar Membela yang Bayar". Bukankah parameter kehebatan seorang advokat adl ketika ia memenangkan perkara? Makin sering menang, makin mahal tarifnya.

Dg memanfaatkan celah kelemahan hukum materiil, seorang advokat bs membebaskan seseorang, meski benar2 tlah melakukan tindak pidana. Ketika tdk ada saksi dan barang bukti yg mencukupi, maka bebaslah terdakwa dr ancaman penjara.

Kebanyakan pengacara yg merayu dan menyuap para penyidik, tp mereka yg kemudian menjelek2an institusi kepolisian. Manis di depan, menggunting di belakang. Bukankah ini yg disebut Mental Pecundang...

Menolak suap dianggap kaku dan tdk mau kompromi, menerima suap disebut rakus dan makan uang haram. Hadehhhhh...

Akhirnya, sy mengajak seluruh anak bangsa, apapun profesi nya, baik itu anggota polisi, advokat, masyarakat, PNS, mulailah perbaiki diri sendiri, koreksi diri sblm mencaci maki, berkomitmen lah pd profesi qt, jgn saling menyalahkan dan melemahkan, setiap qt punya kontribusi yg sama utk merusak ato memperbaiki bangsa ini.

Mari bergandengan tangan, bahu membahu utk Indonesia yg lebih baik. 71 th sudah atas nama bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta membaca teks proklamasi. Sdh saatnya Indonesia mjd bangsa yg besar, maju dan bermartabat. MERDEKAAA...

#71thRIkerjaNyata #SaveNKRI #PolriKerjaNyata

Salam Kemerdekaan (Arief Yuswandono /Bharindo News).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar