Rabu, 16 Agustus 2017

MEMBACA ARAH PENANGANAN KASUS KORUPSI DI KEBUMEN

Penanganan kasus korupsi di Kabupaten Kebumen oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memasuki babak baru. Hal ini ditandai dengan dikabulkannya permohonan terdakwa AP, yang merupakan Sekretaris Daerah non aktif sebagai Justice Collaborator (JC) oleh Jaksa KPK, dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (15/8) kemarin.

Dalam sidang kemarin, Jaksa KPK, Joko Hermawan menuntut hukuman penjara selama 5 (lima) tahun untuk terdakwa AP dan meminta hakim menjatuhkan hukuman berupa denda sebesar Rp200 juta kepada terdakwa.

Ada 2 (dua) dakwaan yang dibacakan oleh jaksa. Pertama, terdakwa terbukti menerima sejumlah uang dari Komisaris Utama PT Otoda Sukses Mandiri Abadi, HTY dan BSA. Kedua, jaksa menilai terdakwa juga terbukti menerima suap dari KML, bekas calon Bupati Kebumen yang menjadi pesaing Bupati Mohammad Yahya Fuad saat pilkada kemarin.

https://bhayangkaraindonesianews.blogspot.co.id/2017/08/sekda-kebumen-non-aktif-dituntut-5.html?m=1

Keberadaan Justice Collaborator (JC) ini tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 yang diterbitkan 10 Agustus 2011. SEMA tersebut menginstrusikan bagi para hakim untuk memberikan perlakuan khusus berupa keringanan hukuman dan/atau bentuk perlindungan lainnya kepada whistleblower dan justice collaborator untuk perkara tindak pidana tertentu.

http://maspolinnews.blogspot.co.id/2017/08/whistleblower-wb-dan-justice.html?m=1

Untuk kategori Whistleblower (WB), SEMA memberi definisi seseorang yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu yang bukan pelaku tindak pidana itu. Lalu, SEMA menegaskan apabila pelapor dilaporkan balik oleh terlapor, maka perkara yang dilaporkan pelapor didahulukan.

Sementara, definisi Justice Collaborator (JC) adalah seorang pelaku tindak pidana tertentu, tetapi bukan pelaku utama, yang mengakui perbuatannya dan bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan. Untuk dapat disebut sebagai justice collaborator, jaksa dalam tuntutannya juga harus menyebutkan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti kuat yang sangat signifikan.

Atas jasa-jasanya, justice collaborator dapat diberi kompensasi oleh hakim berupa pidana percobaan bersyarat khusus dan/atau pidana penjara paling ringan dibandingkan para terdakwa lainnya dalam perkara yang sama.

Praktek JC pernah dilakukan oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Mohammad Nazaruddin beberapa tahun yang lalu. Atas perannya sebagai JC, Nazaruddin berhasil mengungkap keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dan kader Demokrat lainnya seperti Angelina Sondakh dan Andi Alfian Mallarangeng.

Seseorang dikabulkan sebagai JC paling tidak ada 2 (dua) pertimbangan. Pertama, dia bukan pelaku utama dalam kasus korupsi tersebut. Kedua, dia memiliki data dan informasi yang signifikan untuk mengungkap kasus korupsi dimana ia terlibat di dalamnya, sehingga akan muncul pelaku utama sebagai tersangka baru, atau pelaku yang perannya lebih besar.

Keberadaan AP sebagai JC membuka peluang besar munculnya tersangka baru dalam kasus korupsi di Kabupaten Kebumen. Tersangka baru tersebut harus lebih besar perannya dan bisa jadi adalah pelaku utama. Karena korupsi adalah kasus kejahatan terorganisir yang melibatkan banyak pihak.

Secara struktural, AP masih memiliki atasan, seperti Bupati, Gubernur atau pejabat di Kementerian. Secara peran, kasus korupsi di Kebumen dipastikan melibatkan pengusaha besar diatas HTY dan BSA.

Banyak sekali proyek besar di Kabupaten Kebumen yang diduga sarat penyimpangan dan korupsi. Sebagai Sekretaris Daerah, AP dipastikan mengantongi data dan nama-nama pihak yang terlibat dalam konspirasi perampokan uang rakyat.

Kita tumbuh saja kiprah AP sebagai Justice Collaborator (JC) dalam Babak Baru Penanganan Kasus Korupsi di Kabupaten Kebumen tercinta...

Sport Jantung belum selesai kawan...!!!

Jakarta, 17 Agustus 2017
Pegiat Media dan Pemerhati Kebijakan Publik
Arief Luqman El Hakiem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar