Minggu, 28 Agustus 2016

Kita Pernah Punya Hoegeng

Kita Pernah Poenya Hoegeng

JAKARTA - (1/7/2016) Tahun 1955, Kompol Hoegeng Imam Santoso mendapat perintah pindah ke Medan. Tugas berat sudah menantinya. Penyelundupan dan perjudian sudah merajalela di kota itu. Para bandar judi telah menyuap para polisi, tentara dan jaksa di Medan. Mereka yang sebenarnya menguasai hukum. Aparat tidak bisa berbuat apa-apa disogok uang, mobil, perabot mewah dan wanita. Mereka tak ubahnya kacung-kacung para bandar judi.

Bukan tanpa alasan kepolisian mengutus Hoegeng ke Medan. Sejak muda dia dikenal jujur, berani dan antikorupsi. Hoegeng juga haram menerima suap maupun pemberian
apapun.

Maka tahun 1956, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Direktorat Reskrim Kantor Polisi Sumut.
Hoegeng pun pindah dari Surabaya ke Medan. Belum ada rumah dinas untuk Hoegeng dan keluarganya karena rumah dinas di Medan masih ditempati pejabat lama.

Cerita soal keuletan para pengusaha judi benar-benar terbukti. Baru saja Hoegeng mendarat di Pelabuhan Belawan, utusan seorang bandar judi sudah mendekatinya.

Utusan itu menyampaikan selamat datang untuk Hoegeng. Tak lupa, dia juga mengatakan sudah ada mobil dan rumah untuk Hoegeng hadiah dari para pengusaha.
Hoegeng menolak dengan halus. Dia memilih tinggal di Hotel De Boer menunggu sampai rumah dinasnya tersedia.

Kira-kira dua bulan kemudian, saat rumah dinas di Jl Rivai siap ditinggali, bukan main terkejutnya Hoegeng. Rumah dinasnya sudah penuh barang-barang mewah. Mulai dari kulkas, piano, tape hingga sofa mahal. Hal yang sangat luar biasa. Tahun 1956, kulkas
dan piano belum tentu ada di rumah pejabat sekelas menteri sekalipun.

Ternyata barang itu lagi-lagi hadiah dari para bandar judi. Utusan yang menemui Hoegeng di Pelabuhan Belawan datang lagi. Tapi Hoegeng malah meminta agar barang-barang mewah itu dikeluarkan dari rumahnya. Hingga waktu
yang ditentukan, utusan itu juga tidak
memindahkan barang-barang mewah tersebut.

Apa tindakan Hoegeng?
Dia memerintahkan polisi pembantunya dan para kuli angkut mengeluarkan barang-barang itu dari rumahnya. Diletakkan begitu saja di depan rumah. Bagi Hoegeng itu lebih baik daripada melanggar sumpah jabatan dan sumpah sebagai polisi Republik Indonesia.

Hoegeng geram mendapati para polisi, jaksa dan tentara disuap dan hanya menjadi kacung para bandar judi. “Sebuah kenyataan yang amat memalukan,” ujarnya geram.

Jenderal Polisi ( Purn. ) Hoegeng Imam Santoso lahir di Pekalongan , Jawa Tengah , 14 Oktober 1921 –meninggal 14 Juli 2004 pada umur 82 tahun- adalah salah satu tokoh kepolisian Republik Indonesia yang pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) ke-5 yang bertugas dari tahun 1968 - 1971.

Dirgahayu ke 70 Kepolisian Republik Indonesia.
Salam 86. (Arif Yuswandono /Bharindo News).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar