Minggu, 28 Agustus 2016

PERS ; antara INFORMASI dan OPINI

PERS ; antara INFORMASI vs OPINI

”Di zaman otoriter dulu, tidak ada orang yang percaya berita koran. Satu-satunya berita yang masih bisa dipercaya hanyalah berita yang dimuat di halaman 10. Di halaman 10 itulah, dimuat iklan dukacita. Bagaimana setelah reformasi, ketika pers menjadi terlalu bebas? Masyarakat malah lebih tidak percaya. Semua berita memihak. Halaman 10 pun tidak lagi dipercaya” ( Joke Gubernur NTB, KH. Dr. Zainul Majdi pd acara puncak Hari Pers Nasional, 9 Feb 2016 di Lombok).

Pd perkembangannya, koran dn media cetak lainnya tergeser oleh media elektronik spt radio dn televisi. Dn di era digital, dimana bumi serasa mjd kampung yg sgt kecil, media elektronik mulai digantikan perannya oleh media internet dg sgala macam varian produk nya spt web, aplikasi sosmed dn aplikasi berita lainnya.

Situs2 yg menampilkan berita dn informasi juta-an jumlahnya. Ini krn membuat portal berita di web lebih mudah dn murah dibandingkan mendirikan perusahaan penerbitan atau stasiun Televisi. Siapapun, baik perorangan maupun lembaga bisa membuat web yg memuat berbagai berita dn informasi. Kadang informasi tsb bohong dn tdk bs dipertanggungjawabkan.

Web dg situs berita on-line nya memang banyak yg tdk bisa dikategorikan sbg produk jurnalistik. Berita yg disajikan tdk ditulis oleh org yg memahami dasa2 ilmu jurnalistik, bahkan tdk mengindahkan etika jurnalistik.

Banyak berita yg disajikan tdk melalui proses yg benar. Tdk ada perencanaan, pencarian, penulisan, dan pengeditan berita. Berita diambil asal comot dg model capy paste dr sana sini. Dr sumber berita yg tdk bs dipertanggungjawabkan.

Dr sinilah kemudian muncul istilah HOAX. Informasi bohong ato sbagaian bohong tp krn dimuat berulang2, dn dicopas berkali2 sehingga nampak mjd berita yg benar. Berita yg disajikan bukan lagi murni informasi ttg suatu kejadian ttp sdh ke arah opini utk menggiring masyarakat ke pemikiran tertentu.

Media on-line, bahkan pers saat ini tdk lagi netral pembawa informasi, tp sdh memihak sbg pembawa opini utk kepentingan golongan tertentu. Misi pemilik yg menguasai media lebih dominan dr pd kepentingan masyarakat akn informasi yg tepat dn akurat.

Contoh terbaru adl berita seputar Kudeta Militer di Turki. Informasi2 yg qt dpt kan seringkali berlawanan antar media yg satu dg yg lain.

Berita seputar imigran dr Tiongkok jg tdk kalah heboh. Banyak media yg menyebutkan bahwa itu fakta, tp banyak pula yg menyebut itu hoax.

Bahkan berita seputar korban meninggal pd saat arus mudik lebaran kemarin ada yg menganggap sbg hoax.

Masyarakat dibuat bingung informasi yg berseliweran dr situs2 dn portal berita yg tdk jelas. Banyaknya situs berita abal2 dn tdk bs dipertanggungjawabkan ini yg membuat netizens slalu terpecah mjd dua kelompok. Kelompok yg pro dn kontra.

Bahkan efek dr pilpres kemarin masih terasa di dunia Maya hingga saat ini. Semua persoalan yg terjadi di tanah air selalu di kaitkan dg hasil pilpres 2014. Selalu muncul kelompok yg secara membabi-buta menyalahkan pemerintah tp ada jg kelompok yg habis2an membela pemerintah.

Kondisi tersebut tergambar dlm keberpihakan media elektronik /televisi dn situs2 berita di media on-line. Televisi dn media on-line nampak sekali terpecah menjadi dua. Ini tdk bisa qt pungkiri. Akhirnya pers tdk lagi murni pembawa berita (News) tetapi lebih penggiring opini (Views).

Dlm kondisi spt ini masyarakat hendaknya lebih cerdas utk melihat dn menyikapi. Lebih bijaklah memebaca berita dn berkomentar. Jgn lihat isi berita nya saja, tp cermati siapa membawa beritanya. Jgn asal copas kemudian disebarkan, tp lihat dlu alamat web yg memuatnya. Banyak web abal2 yg memuat berita hoax bermunculan di beranda FB Anda.

"Media adl entitas paling berpengaruh di dunia. Dia bs menjadikan yg benar mjd salah, dn bisa menjadikan yg salah mjd benar. Krn media mengendalikan pemikiran massa" , kata Malcolm X.

Salam #DamaiIndonesiaKoe

(Arif Yuswandono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar