Cari Blog Ini

Selasa, 27 Februari 2018

Tito Karnavian, True Love Indonesia

Namanya Muhammad Tito Karnavian, begitu sang ayah, Haji Achmad Saleh menyematkan kepada bayi mungil yang lahir hari Senin Legi tanggal 26 Oktober 1964 bertepatan dengan 19 Jumadil Tsania 1384 tahun Hijriyah.

Nama Tito terinspirasi dari keteguhan dan kehebatan Presiden Yugoslavia, Josip Broz yang dijuluki Tito sehingga lebih dikenal dengan nama Josip Broz Tito. Sementara Karnavian dilatarbelakangi keindahan dan semarak kemegahan karnaval para mahasiswa UNSRI (Universitas Sriwijaya) Palembang yang disaksikan oleh sang ayah ketika lewat di depan Rumah Sakit Charitas, tempat Tito dilahirkan.

Menurut perhitungan Jawa, Senin memiliki sifat indah dan banyak mendapatkan simpati. Legi membawa sifat bertanggung jawab, murah hati, enak dalam pergaulan, selalu gembira seperti tidak pernah susah, sering kena fitnah, kuat tidak tidur malam hari, bicaranya berisi.

Sebagai putra Palembang dia membawa semangat kejayaan Sriwijaya. Namun dalam darahnya mengalir kesantunan dan keluhuran budi pekerti suku Jawa. Dalam jiwanya tertanam keimanan dan keislaman yang teguh yang diturunkan dari ayahnya, Haji Achmad Saleh, juga dari kakeknya, Saleh Mualim.

Sejak kecil, Tito sudah menampakkan sifat seorang pemimpin. Disiplin, cerdas pemberani dan tanggung jawab. Dia seringkali berenang menyeberangi Sungai Musi yang melintas di Kota Palembang. Di sekolahnya Tito selalu juara dan menorehkan prestasi membanggakan.

Tito kecil tentu tidak pernah membayangkan bahwa suatu saat kelak akan menjadi Kapolri. Meski bisa jadi pernah bercita-cita ingin menjadi polisi. Tito kecil juga tidak pernah bermimpi akan memimpin salah satu institusi terbesar di negeri ini.

Jiwa kepemimpinan Tito remaja dibuktikan dengan terpilihnya sebagai Ketua OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) di SMA Negeri 2 Palembang. Tito juga aktif dalam kegiatan Pramuka dan hoby bermain musik serta olah vokal. Kecerdasannya juga teruji dengan selalu menjadi juara di jenjang pendidikan SMA. Bahkan setamat SMA Tito lulus test masuk di empat perguruan tinggi favorit, yaitu Fakultas Kedokteran Unsri, Hubungan Internasional FISIP UGM, STAN dan AKABRI.

Sampai lulus SMA, Tito tidak pernah bercita-cita menjadi polisi, apalagi menjadi Kapolri. Pilihannya pada AKABRI (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dari empat perguruan tinggi yang menerimanya adalah karena pertimbangan praktis soal biaya dan ingin meringankan beban orang tuanya.

Ibu kandung Tito, Hajjah Kardilah, yang seorang bidan menginginkan anaknya kuliah di Fakultas Kedokteran agar menjadi dokter. Tapi Tito remaja malah berkata, "Nanti ibu keluar banyak uang untuk biaya. Tito tidak mau jadi beban,” ujar Kardiah. Alasan yang sama juga dikemukakannya kepada sang ayah. Jika dia memilih masuk universitas, tanggungan orang tuanya akan amat berat. Selain uang kuliah, juga sewa kamar kos dan uang makan/saku bulanan. Sementara jika memilih AKABRI / AKPOL (Akademi Kepolisian), semua biaya itu tak perlu ditanggung orangtuanya.

Tito adalah anugerah yang menjadi inspirasi para orang tua. Banyak ibu-ibu yang menanyakan resep agar memiliki anak cerdas dan hebat kepada Hajjah Kardilah, ibu Tito. Tito adalah karunia yang diturunkan Tuhan untuk masyarakat Sumatera Selatan dan Indonesia.

Kehebatan dan kecerdasan Tito berlanjut hingga masa pendidikan di AKPOL Semarang. Bahkan keistimewaan Tito pernah diungkap oleh seorang paranormal dari Beijing, China ketika dia pulang cuti bersama temannya. Saat itu Tito bersama 10 orang temeannya pulang naik kereta api, tanpa sengaja bertemu dengan paranormal tersebut yang mengatakan bahwa dari 10 taruna hanya Tito yang di keningnya terlihat ada sinar.

Selain itu, saat akan dilantik lulus taruna AKPOL, malam harinya nenek Tito bermimpi, Tito berjalan paling depan memegang bendera. Dan ternyata, esok harinya, 18 Juli 1987, pada upacara Prasetya Perwira Remaja Akabri di Istana Negara, Presiden Soeharto melantik dan menyematkan penghargaan Bintang Adhi Makayasa (lulusan terbaik Akpol, 1987) kepada Tito. Tito putera Sumsel pertama yang meraih Adhi Makayasa Akabri-Akpol.

Tito adalah terbaik dari yang terbaik. Para perwira remaja AKPOL adalah pemuda-pemuda pilihan yang diseleksi dengan ketat dari seluruh Indonesia. Proses pendidikan dan pelatihan yang sangat berat untuk melahirkan calon-calon pemimpin bangsa.

Masa dinas Tito di kepolisian juga dipenuhi dengan prestasi dan penghargaan. Kenaikan pangkat luar biasa berkali-kali didapatkan Tito atas prestasinya mengungkap kejahatan. Penangkapan Tommy Soeharto sebagai tersangka kasus pembunuhan Hakim Agung, Syafiuddin Kartasasmita (November 2001), penggerebekan gembong teroris Dr. Azahari di kawasan wisata Batu, Malang (November 2005), dan aksi heroik penanganan teror Bom Thamrin (Januari 2016).

Tito adalah penyandang bintang tiga pertama di angkatannya, lulusan AKPOL 1987. Tito adalah bintangnya para bintang. Prestasi akademik nya juga sangat mentereng. Tito adalah penerima bintang Wiyata Cendekia sebagai lulusan terbaik PTIK 1996, dan penerima Bintang Seroja sebagai peserta Lemhannas terbaik 2011. Tito juga menyelesaikan pendidikan Sesko di Royal New Zealand Air Force Command & Staff College, Auckland, New Zealand (1998); Sespim Pol, Lembang (2000).

Tito juga berhasil meraih gelar akademis Master of Arts (MA) bidang Studi Kepolisian dari University of Exeter, UK (1993); Bachelor of Arts (BA) bidang Strategic Studies, Massey University, New Zealand (1998), dan Ph.D (doctor) bidang Studi Strategis tentang Terorisme dan Radikalisasi Islam di S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapore, dengan predikat magna cum laude (2013).

Tito adalah keajaiban di tubuh Korps Bhayangkara. Di dilantik menjadi Kapolri dengan melewati 4 angkatan diatasnya dengan menggantikan Jenderal Badroddin Haiti yang angkatan 1982, pada 13 Juli 2016. Salah satu Kapolri termuda selain Jenderal Soekanto Tjokrodiatmodjo (1945-1959), Kapolri pertama dan terlama, dilantik pada usia 37 tahun.

Tito adalah kebanggaan Indonesia. Pelantikannya sebagai Kapolri menorehkan banyak rekor dan membawa harapan baru institusi kepolisian. Tito adalah calon tunggal yang diajukan Presiden Joko Widodo. Tito lulus fit and proper test dalam sidang paripurna DPR dengan sangat memuaskan. Masyarakat Indonesia memberi apresiasi positif dan menaruh ekspektasi yang tinggi kepada Tito Karnavian.

Tito bukan hanya pilihan Presiden, bukan hanya disetujui DPR sebagai representasi rakyat Indonesia. Tito adalah pilihan Tuhan untuk Indonesia. Takdir dan ketetapan-Nya yang mengantarkan Tito pada posisi saat ini. Tuhan Yang Maha Tahu dan Maha Kuasa yang memilihkan Tito untuk memimpin Korps Tribrata. Tentu saja Tuhan telah memperhitungkan dan mempertimbangkan keputusannya. Tuhan tahu mana yang tepat dan terbaik untuk bangsa ini. Tuhan tahu siapa yang layak dan kuat mengemban amanah ini.

Demikian yang tertulis, demikian yang terjadi. Indonesia memasuki era baru, era yang orang sebut sebagai jaman edan. Era dimana manusia dipenuhi dengan kebencian dan permusuhan. Era dimana fitnah dan sumpah serapah merajalela. Era dimana kebohongan lebih dipercaya dari pada kebenaran.

Kehebatan, keteguhan dan ketangguhan Tito diuji disini. Kejayaan Sriwijaya, darah keluhuran Jawa serta spirit agama yang mengalir dalam diri Tito harus terbukti. Kecerdasan, kesabaran, keberanian dan kedewasaan seorang Tito Karnavian mendapatkan lawan berat saat ini.

Sudah selesai segala macam sanjungan, pujian dan penghargaan diterima Tito. Datanglah berbagai macam fitnah, bully dan caci maki setiap hari. Terjangan badai dan topan datang silih berganti. Anggota Dewan, para pengamat dan masyarakat yang sebelumnya menyanjung dan memuji berbalik memusuhi penuh rasa benci.

Tapi Tito adalah Tito, bintangnya para bintang, terbaik dari yang terbaik, penakluk Sungai Musi yang terpilih. Tuhan sudah mempersiapkan Tito untuk menghadapi situasi ini. Di tengah kebencian dan permusuhan sebagian masyarakat tersimpan harapan perbaikan kondisi negeri. Di tengah kekecewaan sebagian masyarakat kepada institusi polri, tersimpan kebutuhan untuk melindungi dan melayani.

Terbukti, Tito tak bergeming dengan banyaknya hujatan dan pelecehan yang datang tiap hari. Tito tetap komit dan konsisten membawa polri menjadi institusi yang disegani. Konsolidasi, kordinasi, komunikasi dan semangat motivasi terus digemakan kepada seluruh jajaran polri. Silaturahim, pelayanan dan jalinan kasih sayang terus dibangun dengan semua elemen di bawah naungan NKRI.

Jauh di lubuk hati terdalam, Tito tetaplah manusia, yang memiliki perasaan dengan segudang kelemahan. Jika boleh memilih, mungkin Tito lebih bahagia menjadi rakyat biasa yang jauh dari gunjingan dan sorotan media. Jika bisa meminta mungkin Tito lebih tenang berkumpul bersama keluarga tercinta.

Tapi Tuhan sudah memilih, takdir telah tergelar dengan sempurna. Tito dengan seluruh jajaran prajurit Bhayangkara tetap dibutuhkan dan dirindukan kehadirannya. Tito adalah harapan akan adanya perubahan dan keamanan negara. Dia kesayangan dan kecintaan bangsa. Tito Karnavian, True Love Indonesia !!!

Yogyakarta, 28 Februari 2018
Arief Luqman El Hakiem (Bhyangkara Indonesia News, Maspolin dan Blogger Polri).

Jumat, 09 Februari 2018

Dari Pidato Kapolri Menuju Rekonsiliasi Nasional

Kapolri Tito Karnavian Rabu sore (7/2) berkunjung ke kantor Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) di Jalan Kramat Raya 45, Jakarta Pusat. Dengan memakai baju koko putih, celana hitam dan berpeci, kedatangan Tito disambut Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Drs. Mohammad Siddik, MA, Wakil Ketua Umum Bidang Luar Negeri Abdul Wahid Alwi, MA, Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Organisasi Drs. Amlir Syaifa Yasin, MA, Sekretaris Umum Drs. Avid Solihin, MM, beserta pimpinan 13 organisasi Islam yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI).

Pertemuan dimulai sejak pukul 17.00 WIB dan selesai sekitar pukul 21.00 WIB. Dalam pertemuan awal, Kapolri Tito diterima di ruang Ketua Umum, dan setelah itu dibawa memasuki ruang rapat Dewan Dakwah dimana telah menunggu para pimpinan ormas yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI) dan para wartawan.

Kapolri sempat melakukan shalat maghrib berjamaah di masjid Al-Furqan dan selanjutnya melakukan pertemuan tertutup dengan Dewan Dakwah dan MOI, membicarakan masalah-masalah keummatan, situasi politik, ekonomi keummatan dan masalah-masalah lainnya.

Terkait pertemuan bersejarah tersebut, ada tulisan menarik dari Dr. Ir. Masri Sitanggang yang merupakanKetum Gerakan Islam Pengawal NKRI, GIP NKRI.

Silaturahim Kapolri, Jenderal Polisi. Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, MA. Ph.D ke markas Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia di Kramat Raya 45 Jakarta, Rabu (7/2) adalah berita yang menggembirakan.  Melalui Dewan Dakwah dan 13 Ormas Islam lain yang turut hadir dalam pertemuan penuh ukhuwah itu, Sang Jendral  menyampaikan maaf yang tulus kepada Umat Islam. Ini terkait ceramahnya yang viral pekan lalu soal ormas Islam bahwa yang ikut mendirikan NKRI hanya Muhammadiyah dan NU, sementara yang lain malah “ingin merobohkan, iya..” 

Silaturahim ke Markas Dewan Dakwah tersebut telah mengakhiri kegaduhan besar.  Berbagai prasangka buruk terhadap Tito Karnavian akibat ceramahnya itu memang sempat _bersliweran_. Ceramah itu membuat kemarahan umat Islam semakin memuncak; berakumulasi sejak kasus Ahok mencuat. Tito dianggap banyak merugikan Umat Islam, hingga memunculkan gerakan yang mendesak Presiden RI, Joko Widodo segera menyopot Tito dari jabatannya.  Aku sendiri termasuk orang yang geram. Bayangkan, jika pernyataan Tito itu kemudian dijadikan argumentasi,  bagaimana nasib ormas Islam lainnya? Itulah sebabnya dalam wawancaraku dengan beberapa media online, aku menyebut  Tito sebagai jendral yang rendah pengetahuan sejarah Indonesia.

Memilih Markas Dewan Dakwah sebagai tempat bersilaturahmi adalah tepat dan cerdas. Dewan Dakwah secara Historis-Psikologis adalah tempat berkumpulnya para pejuang umat Islam lintas organisasi. Dewan Dakwah  adalah “penjaga” sekaligus “penerus” tradisi dan semangat juang Masyumi –Partai Islam yang dipaksa bubar oleh Soekarno di tahun 1960.

Sebagaimana Masyumi, Dewan Dakwah menjadi rumah bagi  sebahagian besar (kalau tidak semua) tokoh gerakan dakwah Islam dari berbagai organisasi.  Muhammad Natsir –pendiri dan Ketua Dewan Dakwah hingga akhir hayatnya di tahun 1993 misalnya, adalah Ketua Umum Masyumi (1949-1958). Beliau adalah Murid A. Hasan Bandung. Secara organisasi Natsir bukan dari Muhammadiyah dan bukan pula dari NU, melainkan dari Persatuan Islam (Persis), namun menjadi idelog gerakan dakwah Islam, khususnya keluarga “Bulan Bintang” Masyumi yang terdiri dari beragam ormas Islam itu. Natsir bahkan menjadi sumber inspirasi bagi banyak gerakan dakwah di dunia. Lebih dari itu, terungkap setelah dua hari Natsir wafat, tepatnya 8 Februari 1993, melalui faksmili Perdana Menteri Jepang, Takeo Fukuda, mengaku banyak belajar dari Mohammad Natsir.  Fukuda berkata : “Menerima berita duka tersebut rasanya lebih dahsyat dari jatuhnya bom di Hirosima, karena kita kehilangan pemimpin dunia sekaligus pemimpin besar dunia Islam”.

Teramat sukar mengukur jasa Natsir. Memaparkan gerak juang Nasir untuk bangsa ini akan menghasilkan berjilid-jilid buku. “Bung Natsir adalah pejuang besar, pejuang nasional, dan pejuang umat yang perlu diteladani.” Mungkin ungkapan  Jendral A. Haris Nasution itulah yang tepat untuk menggambarkannya. Di antara yang fenomenal, jasa yang tidak boleh dilupakan oleh siapa pun dari anak bangsa yang cinta NKRI ini adalah Mosi Integral Mohammad Natsir.

Sesungguhnya Indonesia kita ini mengalami dua kali proklamasi. Pertama, Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 sebagai pernyataan bahwa penjajahan terhadap bangsa Indonesia telah berakhir. Kedua, Proklamasi Berdirinya NKRI pada 17 Agustus 1950 sebagai pernyataan bubarnya 16 negara bagian, termasuk Republik Indonesia , dan terbentuknya negara baru bernama NKRI. Di sinilah peran Natsir. Beliau memiliki konsep, kemudian bekerja keras mewujudkan proklamasi ke dua itu. Ia mengelilingi nusantara, mendatangi para kepala pemerintahan negara bagian dan sahabatnya, para ulama (sekali lagi, ulama dari berbagai ormas Islam, bukan hanya Muhammadiyah dan NU), di setiap negara bagian. Pendekatan keislaman ini membuat para ulama di negara-negara bagian itu mendukung hingga berujung pada kesediaan negara-negara bagian termasuk Republik Indonesia membubarkan diri, kemudian memproklamirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebuah Penyelesaian damai tanpa setetes darah tertumpah.

Sayang, peristiwa sangat penting dalam babakan sejarah bangsa ini kurang dipopulerkan, sehingga banyak anak bangsa yang rabun (kalau tak buta) melihat NKRI.  Ada yang  berteriak “cinta NKRI”, “NKRI harga mati”, mengklaim sebagai pembela NKRI sambil menuduh orang –terutama umat Islam, sebagai anti NKRI; dia tidak tahu kalau yang (mohon maaf harus menyebut) berjasa memproklamirkan NKRI adalah para tokoh umat Islam yang diwakili Mohammad Natsir. Ini tentulah sangat lucu sekaligus menjengkelkan dan berpotensi merusak kesatuan. Sebagai seorang Natsirist -- yang pernah berinteraksi intensif dengan Pak Natsir sejak tahun 1987 hingga wafatnya, aku termasuk yang sangat terusik dengan tuduhan-tuduhan  seperti itu. Itulah sebabnya, beberapa waktu lalu aku menulis artikel “SIAPA ANTI NKRI ?”  (http://gipnkri.com/simaklah-sejarah-siapa-cinta-nkri/)

Syukurlah Tito segera menyadari kekeliruannya dan mengambil langkah tepat sehingga kegaduhan tidak berlanjut. Ini adalah sikap terhormat dari seorang Jendral yang patut kita acungi jempol. Tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak memaafkan; dan bukan hal buruk pula kalau masyarakat yang jengkel, seperti aku, dengan tulus pula meminta maaf kepadanya. Kita memerlukan kebersamaan yang dilandasi niat tulus dan sikap jujur untuk membangun NKRI yang kita banggakan ini. 

Jujurlah pada sejarah, agar kita bisa saling menghormati dan menghargai. Jujur jugalah dalam bernegara, agar Indonesia benar-benar menjadi milik bersama. Jangan ada dusta di antara kita, agar bangsa ini bisa tumbuh besar dan kuat dengan rakyat yang rukun serta damai. Hentikan saling curiga, apalagi sampai menuduh kelompok Islam –kelompok terbesar dari masyakat Indonesia, dengan tuduhan anti NKRI, anti kebhinekaan, intoleran, radikal dan lain sebagainya. Itu menyakitkan, melukai hati umat Islam  dan tidak memberi pengaruh apa pun terhadap bangsa ini kecuali kekacauan. 

Silaturahim yang sangat bernilai seperti dilakukan oleh Kapolri ke Markas Dewan Dakwah perlu ditradisikan –tentu juga ke ormas Islam lainnya, dan diikuti oleh jajaran kepolisian di daerah. Dialog dan diskusi antar pimpinan kepolisian dan tokoh umat Islam akan banyak menyelesaikan persoalan. Entahlah di daerah lain; di Medan, Sumatera Utara, hubungan pihak kepolisian dan ormas Islam cukup baik. Oleh karena itu ada banyak hal berat yang dapat dipikirkan bersama. 

Di tahun-tahun politik ini, sikap kesatria dan kenegarawanan yang telah ditunjukkan oleh Kapolri sangat diperlukan dan oleh karenanya perlu terus ditingkatkan. Juga yang tidak kalah pentingnya persoalan-persoalan  yang mengkitu kasus Ahok dan Pilkada DKI, yang dirasakan ummat Islam sebagai kriminalisasi ulama dan aktivis Islam, perlu segera diakhiri dan dihentikan. Biarlah Habib Rizieq Shihab kembali ke tanah air yang dicintainya ini dengan damai. Begitu juga kasus Alfian Tanjung, ibu Asma Dewi atau siapa pun yang terimbas persoalan Ahok, perlu diputihkan.  Mari kita jadikan kesempatan ini sebaga momen rekonsiliasi nasional, rekonsilasi menuju kebersamaan untuk membangun Indonesia Raya. Aku percaya, hanya dengan itu persoalan-persoalan kegaduhan selama ini bisa diatasi.
_Wallahu ‘alam bishsawab_.     

Medan, 8 Februari 2018

Senin, 05 Februari 2018

Dapat Tiket Umrah Dari Kapolres, Bripda Nani Teteskan Air Mata

MARTAPURA - Senin 5 Februari 2018 merupakan hari yang mungkin tidak akan terlupa bagi Bripda Nani Yuliani Anggraini. Bagaimana tidak pada hari itu, ditengah acara apel pagi, Bripda Nani mendapat kejutan dari Kapolres Banjar, AKBP Takdir Mattanete, S.H., S.I.K., M.H., berupa tiket menjalankan ibadah umrah.

"Kaget, haru, senang, rasanya campur aduk jadi satu, karena saya tidak pernah menduga akan mendapatkan tiket umrah dari Kapolres," ucap Bripda Nani kepada Sentralone.com melalui selulernya, Senin (5/2/2018) siang.

Apalagi cara Kapolres Banjar yang akrab disapa Nette Boy itu dalam memberikan reward ditengah- tengah pelaksanaan apel pagi yang disaksikan langsung oleh seluruh PJU dan anggota Polres Banjar, menurut Bripda Nani merupakan suatu kebanggaan bagi dirinya.

"Awalnya tadi saya diperintahkan untuk membacakan reward kepada anggota yang berprestasi, tapi siapa sangka, ternyata reward itu diberikan Kapolres untuk saya sendiri, saya sampai meneteskan air mata," ungkap Bripda Nani.

Kapolres Banjar, AKBP Takdir Mattanete, S.H., S.I.K., M.H., mengatakan, reward ini diberikan kepada Bripda Nani Yuliani Anggraini berkat kerja keras, loyalitas, serta dedikasi tinggi dalam bertugas dibawah Satuan Binmas Polres Banjar.

Selain itu, menurut Kapolres, Bripda Nani merupakan sosok polisi wanita yang mempunyai semangat tinggi serta sangat kreatif dalam memberikan ide/ masukan kepada rekan sesama anggota polwan di lingkup Polres Banjar.

"Reward saya berikan karena Bripda Nani memang pantas menerima itu, dan tiket umrah yang saya berikan ini tidak sebanding jika dibandingkan dengan dedikasi serta loyalitas Bripda Nani dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota Sat Binmas Polres Banjar," terang Kapolres Banjar.

"Reward ini juga sebagai motivasi bagi anggota lain, agar berlomba- lomba dalam meningkatkan kinerja, khususnya dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat," tukas perwira polisi dengan dua melati di pundak itu.

(Hery Setia /ALH /Bhayangkara Indonesia News).

Kamis, 01 Februari 2018

Waspada !!! Skenario Penghancuran NKRI Dibalik Politisasi Pidato Kapolri

Dinamika politik di Indonesia memang sungguh seksi. Belum beres kontroversi penjabat atau pelaksana harian (plh) gubernur Jabar dan Sumut usai, muncul lagi isu panas lainnya.

Tidak tanggung-tanggung, kali ini langsung menohok Kapolri, Jenderal Polisi Prof. Drs. HM. Tito Karnavan, MA, Ph.D. Tiba-tiba muncul potongan video pidato Kapolri saat memberikan sambutan di Pondok Pesantren Tanara, Serang, Banten, pimpinan KH Ma'ruf Amien, pada Februari 2017 lalu. Isi potongan video itu yang bikin gerah sejumlah ormas Islam.

Alhamdulillah, Kapolri secara ksatria dan gentlemen meminta maaf serta melakukan klarifikasi langsung kepada pihak-pihak yang merasa tersinggung. Suatu teladan yang patut dicontoh oleh para pemimpin an pejabat negeri ini.

Secara pribadi saya melihat ada gerakan sistematis dengan agenda penghancuran NKRI dibalik politisasi pidato Kapolri.

1. Pelemahan Institusi Polri

Ada kelompok yang tidak nyaman di tengah upaya Kapolri, Tito Karnavian membawa lembaga kepolisian lebih profesional dan kuat dengan program PROMOTER (Profesional, Modern, Terpercaya). Muncul upaya penyusupan, adu domba dan pelemahan Institusi Polri dari dalam. Sejarah Indonesia mencatat, beberapa kali institusi Polri dan TNI disusupi kelompok politik dan ideologi tertentu untuk mencapai tujuannya.

Isu perang bintang yang terus digoreng dan dipolitisir, menyeret-nyeret para jenderal polisi dalam ranah politik praktis dan serangan pemberitaan negatif terhadap institusi kepolisian adalah bukti nyata adanya pihak yang tidak suka jika Polri kuat.

2. Politik Adu Domba

Pemotongan dan pemilihan rekaman video pidato Kapolri menunjukkan bahwa gerakan ini terencana dan terorganisir secara sistematis. Ada upaya jahat dan terstruktur untuk mengadu domba aparat kepolisian dengan umat Islam, khususnya di luar ormas NU dan Muhammadiyah. Nampaknya upaya ini hampir berhasil ketika beberap ormas merasa kecewa dan marah hingga menuntut Kapolri untuk dipecat.

Ketika umat Islam dan Polri dalam posisi berhadap-hadapan, maka tidak ada pihak yang diuntungkan kecuali para penjajah dan pengkhianat bangsa yang ingin menghancurkan KNRI. Kapolri adalah sosok muslim taat yang pemahaman Islam-nya tidak perlu diragukan, begitu juga para pejabat utama, para Kapolda hingga Kapolres, sebagain besar adalah muslim. Anggota polri lainnya adalah putra putri terbaik umat Islam yang tidak sedikit diantara mereka hafizh Al Qur'an.

Bagaimana mungkin sesama muslim saling berhadap-hadapan untuk saling menyerang, kecuali atas hasutan para pendengki dan pengkhianat negeri ?

3. Gangguan Kamtibmas Pilkada Serentak 2018

Pengunggahan potongan video Kapolri yang baru dilakukan setelah setahun juga membuktikan sebuah pertimbangan yang matang dan tidak main-main. Kapolri berpidato pada Februari 2017, baru dinggah pada Januari 2018, dimana kita tahu di tahun 2018 ini pemerintah Indonesia menggelar hajat besar yaitu Geleran Pilkada Serentak. Polri bertanggung jawab terhadap keamanan, kelancaran dan keberhasilan seluruh proses tahapan pilkada yang berlangsung berbulan-bulan.

Pada saat fokus perhatian Kapolri dan jajarannya tertuju pada pengamanan pilkada serentak, muncul fitnah dan profokasi yang mengganggu kesiapan serta keharmonisan. Secara sengaja dan terencana potongan video tersebut menjadi viral. Berbagai komentar dan tanggapan terus dikemas dan digoreng untuk membuat situasi menjadi cheos. Jagat maya dan tokoh-tokoh ormas Islam terus diprofokasi agar mengeluarkan statemen yang makin membuat keruh suasana.

Ketika gelaran pilkada serentak yang memakan biaya sangat besar ini terganggu, siapa pihak yang diuntungkan ? Mereka adalah para penjajah dan pengkhianat negeri.

Maka, saya mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk menutup dan menyudahi polemik ini. Mari kembali fokus pada tugas dan tanggung jawab masing-masing untuk mewujudkan Indonesia Raya yang maju dan berdaulat. Perkuat komunikasi dan silaturahmi antar elemen masyarakat, termasuk umat Islam dengan institusi kepolisian. Persempit ruang gerak para penjajah dan pengkhianat dengan persatuan dan kesatuan.

Mari bergandengan tangan untuk mewujudkan kedamaian, majulah bangsaku, jayalah negeriku... Indonesia Raya tercinta !!!"

Jambi, 2 Februari 2018
masih dalam keheningan 1/3 malam terakhir di malam Jumat
Arief Luqman El Hakiem